Nadia, Vera & Poppy
Ketika saya masih kuliah dulu boleh dikatakan termasuk salah satu mahasiswa yang banyak digandrungi oleh cewek. Muka ganteng dengan dagu kebiru-biruan karena bulu yang tercukur rapi dan badan yang tegap. Terus terang saja saya juga sering melakukan hubungan seks dengan beberapa teman yang memang membutuhkannya. Meskipun demikian saya masih memilih yang benar-benar sesuai dengan selera saya. Dari hubungan-hubungan intim itu, timbul rahasia umum di kalangan mahasiswi bahwa batang kemaluan saya panjang dan besar dan yang penting tahan lama bersenggama. Tidak heran kalau setiap akhir minggu ada saja telepon berdering mengajak nonton atau pesta yang kemudian berakhir dengan hubungan intim.
Kebetulan saya punya teman agak kebanci-bancian. Biasanya orang demikian punya kenalan yang luas. Setelah saya lulus dan bekerja di suatu perusahaan cukup ternama, teman tersebut menelepon.
“Heh, mau nggak gua kenalin sama pengusaha wanita sebut saja namanya Vera dan Poppy.”
“Mau”, jawab saya.
Kebetulan sudah beberapa dua minggu ini nafsu saya tidak tersalurkan karena kesibukan kantor. Padahal bekas-bekas teman kuliah dulu masih sering menelepon.
“Dia sudah tahu muka lewat foto lu.”
“Sialan nih anak, jual-jual foto segala”, pikir saya.
Tapi ada syaratnya. Katanya mereka nggak mau resiko kena penyakit. Jadi saya diminta periksa dulu di dokter kelamin. Ada-ada saja permintaannya. Dokter dan jamnya ditentukan juga, sebut saja namanya Nadia. Pada hari yang ditentukan sekitar jam 8 malam, usai dari kantor saya langsung ke tempat praktek Nadia. Ternyata disana sudah nggak ada pasien.
Saya heran karena susternya sudah nggak ada. Saya ketuk pintu terus pintu dibukakan. Ternyata Dokter Nadia sangat cantik sekali. Saya sebentar agak terpana.
“Masuk saudara Rudi”, katanya.
Setelah berbasa-basi sebentar, dia bertanya:
“Katanya mau bermain dengan Mbak Vera dan Mbak Poppy ya.” sambil mengerling dan tersenyum.
Saya ketawa kecil saja. “Gimana sih untuk membuktikan tidak kena penyakit kelamin”, tanya saya.
“Yah, mesti diperiksa air maninya”, jawabnya.
“Kalau mau sih saya bantu mengeluarkan”, katanya sambil membuka pahanya yang putih mulus itu. Wah kebetulan ini, pikir saya. Terus dia kebelakang sebentar dan keluar lagi.
“Mbak kalau suaminya atau supirnya datang gimana?”
“Suami saya kerja di luar negeri kok dan kebetulan hari ini saya sengaja nggak bawa supir”, katanya sambil membuka baju prakteknya.
Ternyata di balik baju sudah tidak ada selembar benang pun. Dengan manja dia duduk di pangkuan saya. Dan saya pun langsung mencium bibir, leher, telinga, kemudian menyusur ke belahan dadanya yang kuning mulus. Terdengar Nadia mulai mendesah kenikmatan. “Akh.. Rud, hisep terus Rud.” Secara bergantian saya hisap puting susunya sambil melayangkan jari ke lubang kemaluannya. Terdengar Nadia tambah mengerang-erang kenikmatan. Setelah sepuluh menit berselang, Nadia menarik diri, terus membuka kancing baju dan celana saya sehingga tampak dada saya yang berbulu dan batang kemaluan yang mulai menegang. Tampak Nadia terkagum dengan dada saya yang bidang dan berbulu dan batang kemuluan saya yang panjang dan besar sehingga dia menggesekkan dadanya ke dada saya dengan menciumi bibir dan leher saya. “Gila Rud, kamu jantan sekali”, katanya.
Setelah itu, Nadia menarik diri lagi dan berdiri kemudian membawa kepala saya ke lubang kemaluannya. Kemaluannya sangat teratur sekali ditumbuhi dengan bulu-bulu halus yang teratur secara rapi. Dengan semangat, saya jilati lubang kemaluannya sambil meremas buah dadanya.
“Aduh Rud, nikmat. Teru.. U.. S”, dengan napas yang tersengal-sengal.
Ketika kakinya semakin mengejang, saya tahu bahwa Nadia mau orgasme. Kemudian saya angkat dia dan saya taruh di meja periksa pasien. Dengan kaki yang mengangkang lebar, “Rud cepet dong selesaikan saya”, katanya dengan meminta.
Dengan pelan-pelan saya masukkan batang kemaluan saya yang panjang dan besar itu. Terlihat mata Nadia membelalak kenikmatan kemudian mengerang. Saya gerakkan pantat saya memutar ke kiri dan ke kanan sebentar. Terlihat Nadia sudah tidak dapat menahan orgasmenya, maka saya ganti dengan gerakan menusuk.
“Aduh Rud gila nikmat sekali”, katanya.
Sebentar kemudian cengkeraman Nadia sangat erat. Dengan sedikit menjerit, Nadia merangkulkan kakinya ke punggung dan selanjutnya terhempas dengan melepas nafas panjang.
Melihat saya belum apa-apa dia agak bingung juga. “Gimana Rud ya. Masih lama atau nggak?” Saya jawab masih lama. “Jangan lama-lama ya Rud, soalnya besok saya mau ke kerja lagi. Bisa-bisa ngantuk saya.” Dengan agak capai, Nadia bangun kemudian meminta saya duduk. Dia masih melihat alat kelamin saya yang masih tegang. “Gede dan panjang banget sih Rud. Pasti Mbak Vera dan Mbak Poppy puas deh dengan kamu. Tapi awas lho mereka itu buas sekali kalau di ranjang”, ujarnya. Saya cuma ketawa saja.
Dengan segera, Nadia kemudian melumat batang kemaluan saya sudah tegang. Aduh ternyata, Nadia sangat lihat sekali memainkan lidahnya di ujung kemaluan saya meskipun tidak sampai separuh yang dikulumnya karena besar dan panjang. Setelah sekitar 15 menit terasa sperma saya mulai mengumpul. Kemudian saya tarik Nadia dan saya taruh lagi di meja pasien dengan posisi telungkup. “Aduh Rud, jangan Rud, capai saya”, katanya. Tapi saya nggak mempedulikan. Dengan posisi doggy ini saya masukkan lagi penis saya ke lubang kemaluannya. Terdengar Nadia menjerit kenikmatan yang disusul dengan rintihan dan erangan. “Terus Rud,.. terus..” kemudian badannya mengejang dan terdengar erangan panjang.
“Sudah mau keluar Rud”, tanya.
“Belum”, jawab saya.
Dengan posisi doggy kemudian saya teruskan penetrasi. Saya kasihan juga melihat Nadia kecapaian. Terasa mau keluar kemudian saya tarik Nadia untuk mengulum batang kemaluan saya lagi. “Oh.. nikmat sekali.” Beberapa menit kemudian, saya bilang sama Nadia bahwa mau keluar. “Semprotkan di dalam saja sebagian” katanya. Akh.. sebagian ditelan langsung, sebagian kemudian dimasukkan ke dalam tempat untuk diperiksa. “Gila kamu Rud, kayaknya kamu belum apa-apa ya.” Saya cuma tersenyum saja.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
TAMAT.